Rabu, 29 Agustus 2018

PENEMBAKAN BEGAL DIANGGAP BERMASALAH

PENEMBAKAN BEGAL DIANGGAP BERMASALAH

Aksi polisi menembak mati 11 orang yang diduga begal menjelang Asian Games XVIII ditengarai bermasalah secara prosedural. Sejumlah saksi mata menerangkan kepada Tempo mengenai detail penggerebekan di Jakarta Barat pada Kamis, 28 Juni 2018, yang berbeda dengan keterangan polisi. Polisi menyatakan menembak lima dari tujuh orang pria yang ditangkap. Dua di antara yang ditembak akhirnya tewas. Mereka adalah Frangky dan Mat Supi, yang mati dengan luka tembak persis di dada. Menurut Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Jakarta Barat, Ajun Komisaris Besar Ady Sitepu, penembakan terpaksa dilakukan karena para tersangka melawan dan hendak menyerang polisi ketika ditangkap. “Mereka punya senjata tajam,” katanya beberapa waktu lalu. Warga yang melihat operasi penangkapan kelompok Tenda Oranye itu berkata lain. Setidaknya ada tiga orang yang menyatakan menjadi saksi mata kejadian tersebut. “Operasi dimulai pukul 03.00 dinihari saat para pelaku sedang main judi kartu,” kata seorang wanita yang menolak dikutip namanya kepada Tempo. Menurut dia, para pelaku saat itu ditangkap tanpa perlawanan. Polisi lantas memborgol kedua para pelaku dengan plester lakban.



“Bahkan mulutnya (yang ditangkap) juga dilakban.” Penangkapan dilakukan di samping rumahnya. Saksi tersebut memastikan tak ada suara tembakan ketika itu. Bercak darah bekas yang tercecer akibat ada tersangka yang luka juga tak ada di lokasi. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menyatakan siap mendampingi keluarga para tersangka yang ditangkap untuk mendapatkan kepastian hukum. Lembaga terkemuka ini pun membuka posko pengaduan bagi korban penembakan oleh polisi maupun keluarganya. Posko dibuka setelah tiba dua pengaduan dari warga yang khawatir dengan instruksi tembak mati di tempat terhadap pelaku kriminal. Aduan pertama datang pada 6 Juli lalu, dari salah satu keluarga pelaku yang sedang dikejar polisi. Pengaduan kedua dari orang tua tersangka yang melaporkan rumahnya digeledah polisi. “Polisi mencari keberadaan anaknya yang dituduh melakukan pencurian dengan kekerasan,” kata Direktur LBH Jakarta, Alghiffari, di kantornya, kemarin. Kepala Bidang Advokasi Fair Trial LBH Jakarta, Arief Maulana, menerangkan tindakan polisi yang reaktif dan masif itu termasuk extra judicial killing atau pembunuhan di luar proses pengadilan. Padahal Pasal 28 A Undang-Undang Dasar 1945 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menjamin setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil. “(Tindakan polisi) ini berlebihan dan melanggar hak hidup warga negara,” ucapnya. Arief juga menyoroti penggunaan senjata api. Peraturan Kepala Polri Nomor 1 Tahun 2009 yang mengatur penggunaan senjata api tak menyebutkan istilah tembak mati. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono, menanggapi santai kritik LBH Jakarta. Dia memastikan polisi menjalani prosedur dengan benar. “Kami cek kalau ada aduan (dari keluarga tersangka) itu,” ujarnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar