Kamis, 06 September 2018

Perang Tagar Memecah Persatuan Bangsa

Para inisiator gerakan #2019Ganti Presiden dan #Jokowi2Periode agar menghentikan gerakan-gerakan tersebut. Perang tagar itu dianggap sebagai provokasi elite yang bisa menimbulkan gesekan dalam masyarakat. “Hentikan perang tagar. Duaduanya sebagai bentuk kampanye dalam rangka mencapai politik elektoral. Padahal belum waktunya kampanye. Provokasiprovokasi seperti itu hanya melahirkan pembelahan dalam masyarakat,” kata Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi ( Perludem) Titi Anggraini, kepada SP, di Jakarta, Rabu (5/9). Ia menjelaskan, kondisivitas Pilpres 2019 sangat bergantung pada elite. Jika para elite terus melakukan provokasi dan dilakukan di luar masa kampanye, akan melahirkan gesekan yang memecah-belah bangsa. Dia melihat dua aksi itu memang tidak melanggar aturan. Namun secara substansi, kedua aksi itu punya tendensi untuk mengambil dukungan publik. Karena keduanya ingin meraih simpati publik maka dalam aksinya bisa berbenturan dalam merebut dukungan. Kondisi itu tidak bisa dibiarkan jika bangsa ini menghendaki pilpres yang aman. “Saran saya sebaiknya tunggu masa kampanye aja. Silakan dukung pasangan yang dipilih.

Daripada seperti sekarang dengan sengaja mengakali aturan. Ini hanya melahirkan provokasi-provokasi,” katanya. Sementara itu, Partai Golkar (PG) meminta agar aksi deklarasi 2019 Ganti Presiden dilakukan setelah penetapan calon presiden (capres). Hal itu supaya tidak menimbulkan gesekan dengan masyarakat yang pro Joko Widodo (Jokowi). “Bersabar lah sedikit. Ntar lagi sudah ada penetapan calon. Setelah itu masuk masa kampanye. Saat kampanye silakan itu dilakukan,” kata Ketua DPP PG bidang Media dan Penggalangan Opini Tb Ace Hasan Syadzily, di Jakarta, Selasa (4/9). Ia melihat aksi itu sesungguhnya sudah sebuah kampanye. Sebab, yang melakukan aksi itu semuanya dari pendukung Prabowo Subianto. Dalam spanduk dan orasi saat aksi, mereka m e n o l a k c a p r e s J o k o w i . Sementara pada pilpres nanti hanya ada Prabowo Sebagai calon penantang Jokowi. “Siapa lagi yang mereka dukung selain Jokowi. Mereka kan semua pendukung Prabowo. Lihat saja Mardani dari PKS yang partainya mendukung Prabowo. Kemudian Ahmad Dhani yang kader Gerindra. Nah kalau mereka deklarasi 2019 Ganti Presiden berarti mereka sesungguhnya sudah melakukan kampanye untuk Prabowo,” jelas anggota Komisi II DPR. Belum Kampanye Dia mengingatkan saat sekarang belum waktunya kampanye karena calon belum ditetapkan KPU. Sebuah aksi yang ingin mendukung calon tertentu tapi belum masuk waktu kampanye memang harus dihentikan. Polri sudah tepat menghentikan aksi-aksi itu agar tidak menimbulkan gesekan. “Kalau kubu pendukung Jokowi kemudian menolak, apa salah? Kan Jokowi juga punya pendukung. Mereka ingin mempertahankan presidennya. Sebuah aksi yang dilakukan sebelum kampanye dan itu ditolak, ya wajar lah.

Agar tidak menimbulkan gesekan, Polri sudah benar melarangnya,” katanya. Dia mememinta para inisiator gerakan #2019GantiPresiden supaya bisa menciptakan pilpres yang aman dan sesuai aturan. Provokasiprovokasi yang bisa menimbulkan gesekan harus diakhiri. Setiap provokasi pasti akan dilawan dengan provokasi tantangan. Jika itu terus terjadi, gesekan dalam masyarakat tidak bisa terhindarkan. Wewenang Di tempat terpisah, Ketua Setara Institute Hendardi mengemukakan, polisi yang memiliki wewenang untuk menetapkan suatu kegiatan dapat berlangsung atau tidak didasarkan pada aturan-aturan hukum yang ada serta hak subjektif polisi. “Polisi yang memiliki perangkat subjektif untuk menilai apakah suatu kegiatan punya potensi menciptakan instabilitas keamanan atau gangguan terhadap masyarakat lain atau potensi konflik horizontal dan lainnya,” katanya, Rabu (5/9). Sekalipun begitu, lanjutnya, pembatalan kegiatan tersebut mesti diberitahukan kepada kepada pihak yang bersangkutan dengan alasan-alasan yang objektif. “Mesti diingat bahwa kendati kebebasan berpendapat dan berkumpul merupakan hak yang dilindungi konstitusi maupun berbagai peraturan perundangan namun dalam terminologi HAM hak ini digolongkan sebagai derogable rights (hak yang dapat ditunda pemenuhannya). Penundaan hak ini tentu mesti melalui peraturan hukum yang mengaturnya dan juga hak subjektif polisi yang didasarkan pertimbangan-pertimbangan objektif,” katanya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar