Namun dia tidak merinci orang-orang yang dimaksud. Kamboja bakal menggelar pemilihan umum pada 29 Juli mendatang. Pemilu di Kamboja berlangsung tanpa partai oposisi. Mahkamah Agung membubarkan Partai Penyelamat Nasional (CNRP), yang merupakan partai oposisi. Pembubaran tersebut dilakukan setelah pemimpin CNRP, Kem Sokha, ditahan atas tuduhan pengkhianatan pada September tahun lalu. Tanpa oposisi, Partai CPP (Cambodian People’s Party)—partai pengusung Perdana Menteri Kamboja Hun Sen yang telah berkuasa 33 tahun—hampir dipastikan keluar sebagai pemenang. Tokoh oposisi Sam Rainsy secara resmi menyerukan pemboikotan pemilu atas nama Partai CNRP. “Keputusan kami untuk tidak memilih pada dasarnya berarti kami memilih di dalam hati kami untuk CNRP. Kami percaya, sebagai tindakan perlawanan pasif, keputusan kami untuk memboikot pemilihan resmi akan membantu mengakhiri kediktatoran secara damai,” ujar Rainsy dalam pernyataannya, beberapa waktu lalu. Putri Kem Sokha, juga pemimpin Partai CNRP yang ditangkap karena dituduh makar, dari balik teralis penjara kerap menyuarakan boikot. “Tidak ada CNRP, tidak ada pemilihan umum! Tidak ada suara, tidak ada jari kotor!” cuitnya lewat Twitter, kemarin. Para pemboikot mengirim foto di media sosial dengan simbol “jari bersih”. Simbol jari bersih merupakan bentuk protes untuk mendesak warga Kamboja agar tidak mencelupkan jari mereka ke tinta setelah mencoblos dari bilik suara saat pemilihan umum. Tep Nytha mengatakan Komisi telah mendistribusikan puluhan ribu botol tinta mulai Selasa kemarin. Dia menegaskan ancaman pidana penjara terhadap pemboikot. Human Rights Watch— lembaga pemantau hak asasi manusia—menyoroti tidak adanya oposisi dalam pemilu Kamboja. Human Rights juga menengarai bahwa sejumlah pejabat militer aktif berkampanye untuk partai berkuasa Perdana Menteri Hun Sen. Juru bicara Partai CPP, Sok Eysan, menepis kekhawatiran Human Rights. Dia menjelaskan, secara hukum, militer bisa berkampanye selama tidak pada hari libur, tidak membawa senjata, atau mengenakan seragam resmi
Sabtu, 11 Agustus 2018
Kamboja Ancam Penjarakan Pemboikot Pemilu
Komisi Pemilihan Umum Kamboja mengancam mengajukan tuntutan terhadap mereka yang mengkritik pemungutan suara. Kamboja menegaskan seruan untuk memboikot pemilihan umum pada 29 Juli mendatang adalah kejahatan. “Di negara yang demokratis, pemilihan umum sangat penting sehingga kampanye menentang pemilihan atau untuk mengganggu orang-orang agar tidak memilih adalah kejahatan,” ujar Tep Nytha, Sekretaris Jenderal Komisi Pemilihan Umum, kemarin. Dia mengatakan otoritas setempat akan mengambil tindakan hukum terhadap siapa pun yang terlibat boikot. Komisi juga menargetkan beberapa orang yang diduga mengecam dan menggunakan kata-kata buruk terhadap pejabat Komisi.
Namun dia tidak merinci orang-orang yang dimaksud. Kamboja bakal menggelar pemilihan umum pada 29 Juli mendatang. Pemilu di Kamboja berlangsung tanpa partai oposisi. Mahkamah Agung membubarkan Partai Penyelamat Nasional (CNRP), yang merupakan partai oposisi. Pembubaran tersebut dilakukan setelah pemimpin CNRP, Kem Sokha, ditahan atas tuduhan pengkhianatan pada September tahun lalu. Tanpa oposisi, Partai CPP (Cambodian People’s Party)—partai pengusung Perdana Menteri Kamboja Hun Sen yang telah berkuasa 33 tahun—hampir dipastikan keluar sebagai pemenang. Tokoh oposisi Sam Rainsy secara resmi menyerukan pemboikotan pemilu atas nama Partai CNRP. “Keputusan kami untuk tidak memilih pada dasarnya berarti kami memilih di dalam hati kami untuk CNRP. Kami percaya, sebagai tindakan perlawanan pasif, keputusan kami untuk memboikot pemilihan resmi akan membantu mengakhiri kediktatoran secara damai,” ujar Rainsy dalam pernyataannya, beberapa waktu lalu. Putri Kem Sokha, juga pemimpin Partai CNRP yang ditangkap karena dituduh makar, dari balik teralis penjara kerap menyuarakan boikot. “Tidak ada CNRP, tidak ada pemilihan umum! Tidak ada suara, tidak ada jari kotor!” cuitnya lewat Twitter, kemarin. Para pemboikot mengirim foto di media sosial dengan simbol “jari bersih”. Simbol jari bersih merupakan bentuk protes untuk mendesak warga Kamboja agar tidak mencelupkan jari mereka ke tinta setelah mencoblos dari bilik suara saat pemilihan umum. Tep Nytha mengatakan Komisi telah mendistribusikan puluhan ribu botol tinta mulai Selasa kemarin. Dia menegaskan ancaman pidana penjara terhadap pemboikot. Human Rights Watch— lembaga pemantau hak asasi manusia—menyoroti tidak adanya oposisi dalam pemilu Kamboja. Human Rights juga menengarai bahwa sejumlah pejabat militer aktif berkampanye untuk partai berkuasa Perdana Menteri Hun Sen. Juru bicara Partai CPP, Sok Eysan, menepis kekhawatiran Human Rights. Dia menjelaskan, secara hukum, militer bisa berkampanye selama tidak pada hari libur, tidak membawa senjata, atau mengenakan seragam resmi
Namun dia tidak merinci orang-orang yang dimaksud. Kamboja bakal menggelar pemilihan umum pada 29 Juli mendatang. Pemilu di Kamboja berlangsung tanpa partai oposisi. Mahkamah Agung membubarkan Partai Penyelamat Nasional (CNRP), yang merupakan partai oposisi. Pembubaran tersebut dilakukan setelah pemimpin CNRP, Kem Sokha, ditahan atas tuduhan pengkhianatan pada September tahun lalu. Tanpa oposisi, Partai CPP (Cambodian People’s Party)—partai pengusung Perdana Menteri Kamboja Hun Sen yang telah berkuasa 33 tahun—hampir dipastikan keluar sebagai pemenang. Tokoh oposisi Sam Rainsy secara resmi menyerukan pemboikotan pemilu atas nama Partai CNRP. “Keputusan kami untuk tidak memilih pada dasarnya berarti kami memilih di dalam hati kami untuk CNRP. Kami percaya, sebagai tindakan perlawanan pasif, keputusan kami untuk memboikot pemilihan resmi akan membantu mengakhiri kediktatoran secara damai,” ujar Rainsy dalam pernyataannya, beberapa waktu lalu. Putri Kem Sokha, juga pemimpin Partai CNRP yang ditangkap karena dituduh makar, dari balik teralis penjara kerap menyuarakan boikot. “Tidak ada CNRP, tidak ada pemilihan umum! Tidak ada suara, tidak ada jari kotor!” cuitnya lewat Twitter, kemarin. Para pemboikot mengirim foto di media sosial dengan simbol “jari bersih”. Simbol jari bersih merupakan bentuk protes untuk mendesak warga Kamboja agar tidak mencelupkan jari mereka ke tinta setelah mencoblos dari bilik suara saat pemilihan umum. Tep Nytha mengatakan Komisi telah mendistribusikan puluhan ribu botol tinta mulai Selasa kemarin. Dia menegaskan ancaman pidana penjara terhadap pemboikot. Human Rights Watch— lembaga pemantau hak asasi manusia—menyoroti tidak adanya oposisi dalam pemilu Kamboja. Human Rights juga menengarai bahwa sejumlah pejabat militer aktif berkampanye untuk partai berkuasa Perdana Menteri Hun Sen. Juru bicara Partai CPP, Sok Eysan, menepis kekhawatiran Human Rights. Dia menjelaskan, secara hukum, militer bisa berkampanye selama tidak pada hari libur, tidak membawa senjata, atau mengenakan seragam resmi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar